|
Desa Wisata Edelweiss Wonokitri |
Edelweiss, bunga yang dijuluki
bunga abadi hanya tumbuh di daerah pegunungan. Untuk bertemu dan melihat bunga
ini di banyak tempat harus melakukan pendakian melelahkan, dan melawan
hawa-hawa dingin khas pegunungan. Bromo merupakan salah satu tempat dimana
tumbuhan Edelweiss tumbuh dan terancam karena dipetik dan diperjualbelikan
untuk cinderamata. Desa Wonokitri Kabupaten Pasuruan, salah satu desa yang
berada sangat dekat dengan kawasan TN Bromo Tengger Semeru yang kurang lebih
mempunyai iklim, karakteristik tanah, ketinggian yang hampir sama, disanalah “Sang
Abadi” Edelweiss tumbuh di depan rumah mereka bahkan sampai tumbuh di tepi
jalan desa.
|
Edelweiss di Bromo |
Edelweiss tumbuh di Desa
wonokitri tidaklah secara alami, namun karena memang sengaja ditumbuhkan. Ditumbuhkan oleh sekelompok
masyarakat Desa Wonokitri, Hulun Hyang namanya. Saya bertemu mereka karna
diajak kawan saya, Birama yang bertugas mendampingi kolompok masyarakat
tersebut. Dari Bromo, kami berangkat menuju Desa Wonokitri melewati Lautan
Pasir Bromo dan mengambil arah ke Pasuruan. Sepanjang jalan ke Wonokitri kami
disuguhi pemandangan punggung-punggung pegunungan dari Bromo menarik untuk
dilihat.
|
Semai-semai Edelweiss di pot popmie |
Sesampainya di Desa Wonokitri, saya bertemu dan
berkenalan dengan kelompok masyarakat Hulun Hyang. Ditempat tersebut saya
melihat banyak semai dari Edelweiss yang berada di pot-pot bekas popmie. Ini
menarik mengingat popmie pasti laku sekali di daerah dingin namun sampah dari
wadahnya menjadi masalah karena tidak dapat terurai. Dengan dijadikannya pot
minimal bisa mengurangi sampah-sampah wadah popmie.
Awal Edelweiss bisa ada di Desa Wonokitri
karena Pihak dari TN Bromo Tengger Semeru mencoba membagikan semai Edelweiss
sebagai bentuk tindakan Konservasi Exsitu (konservasi diluar kawasan). Selain
itu, adanya Edelweiss di Desa Wonokitri, masyarakat Tengger bisa menggunakan
bunganya untuk keperluan keagamaan tanpa harus memetik di kawasan Konservasi Bromo yang
jelas-jelas dilarang dilakukan pemetikan tumbuhan apapun.
|
Penjelasan singkat mengenai pembibitan Edelweiss |
Bibit yang diberikan oleh mereka ditanam, lalu
Edelweiss berhasil tumbuh akhirnya berbunga. Dari situ mereka mulai
memperbanyak dengan mengambil biji atau dilakukan stek tunas. Dikesempatan kali
ini saya diajarkan oleh kelompok Hulun Hyang secara singkat cara pembibitan
Edelweiss dari mulai mengambil biji edelweiss yang gampang-gampang susah dan
perlu ketelitian dalam mengambilnya. Bijinya kecil sekali, warna hitam,
bernapas sedikit saja bisa-bisa biji tersebut hilang :D. Biji-biji tersebut
lalu disebar di dalam media tanam berupa tanah lalu ditutupi beberapa tabor
pasir agar biji yang disebar tidak hilang tertiup angin. Lama-lama biji akan
tumbuh menjadi semai, lalu meninggi dan jika sampai ukuran tertentu semai
tanaman edekweiss siap dipindah ke pot kecil atau media tanam tersendiri.
|
Keliling Desa Wisata Edelweis Wonokitri (di foto oleh Birama) |
|
Salah satu rumah yang di depannya tumbuh Pohon Edelweis |
Tidak sampai situ saja, Hulun Hyang juga
membagikan bibit-bibit Edelweiss kepada penduduk desa Wonokitri untuk
menanamnya di depan rumahnya, ditanam dipinggir jalan desa. Dan saya pun
melihat sendiri saat berkeliling desa, selalu ada Edelweis yang tumbuh di depan
halaman rumah, di pot-pot rumah mereka, bahkan di pinggir-pinggir jalan.
Kelompok Hulun Hyang juga mempunyai lahan dimana mereka menanam semai edelweiss
dan mengajak saya menanam edelweiss di tanah mereka.
|
Lahan Edelweiss Kelompok Masyarakat Hulun Hyang |
|
Menanam Edelweiss, biar Edelweiss tetap abadi |
Edelweiss di lahan mereka, sudah tumbuh
dengan baik, beberapa sudah ada yang berbunga. Lahan ini akan mereka rawat terus
hingga akhirnya bisa menjadi hamparan tanaman edelweiss, selanjutnya tempat ini
bisa menjadi tempat pembelajaran, pendidikan pembibitan tanaman Edelweiss.
|
Hidangan khas Masyarakat Tengger |
|
Cabe Gunung |
Setelah melakukan penanaman di lahan Edelweiss
Kelompok Hulun Hyang, langsung kembali ke desa dan disuguhkan makanan khas
Tengger dengan cabai gunung yang super pedas. Bentuknya tidak seperti cabe pada
umumnya, malah mirip seperti tomat ceri (tomat kecil). Ada juga makanan yang
unik, terbuat dari semacam parutan jagung putih, makanan ini ternyata bisa
tahan dua tahun loh, tanpa pengawet. Hanya dengan bermain dengan cara
penyimpanannya yaitu selalu diberi air.
|
Makanan yang tahan sampai 2 tahun lamanya |
Banyak yang bilang Edelweiss adalah bunga abadi
dan tidak pernah layu. Namun dari hasil jalan-jalan di Desa Wonokitri, saya
melihat ada beberapa tanaman edelweiss yang akhirnya layu dan mati. Mungkin
saat melihatnya di alam liar, kita tidak beruntung menemuka edelweiss yang layu
dan mati. “Edelweiss tidaklah abadi, bisa saja layu dan mati. Karna menanamlah Edelweis bisa abadi. Abadi Hingga Nanti”
Jika kalian berencana piknik ke Gunung Bromo,
pulangnya kalian bisa mampir ke Desa Wisata Edelweis Wonokitri, Pasuruan dan
bertemu dengan Kelompok Tani Edelweis Hulun Hyang untuk belajar mengenai
Tanaman Edelweiss.
Situ ikutan nanam mas? Apik hahahhhhhahah
BalasHapusEh menarik ini kalau diulas lebih dalam berkaitan dengan ide pertama sampai akhir.
Aku jadi penasaran dengan tulisanmu ini. Iya sepakat sama Mas Sitam, kalo dilakukan liputan mendalam soal ini bakalan seru deh.
BalasHapusAku lbh tertarik dan penasaran dengan makanannya mas :). Parutan jagung putihnya dimasak gimana? Apa jd pengganti nasi ya? Hebat loh bisa tahan 2 thn dengan penyimpanan yg benar. Cabenya juga perlu aku coba ini, secara pecinta pedes banget :D.
BalasHapusKalo bunga edelweis, mungkin krn aku ga suka bunga apapun kali yaaa, jd melihat edelweispun boro2 pengin metik, lah wong ga tertarik bunga :D
Bagus mas, terimakasih juga buat kunjunganya dan ilmunya waktu itu
BalasHapusMantap liputannya tentang bunga abadi, sandinya ya memang karena ditanam yo mas. Hhe
BalasHapusAku pikir kalau memang bisa ditumbuhkan alias budidaya mengapa tidak diperbanyak. Ketimbang membiarkan jadi bunga langka, terus dicuri bunganya untuk dibawa pulang atau dijual, kan lebih baik dibudidaya. Nah bunga hasil budidaya dikeringkan dan dijual, kan jadi sumber ekonomi juga
BalasHapusWaaaah asyik banget ya kalau ditanam dan tumbuh subur di halaman rumah warga begini. Jadi nggak merasa bersalah kalau harus memetiknya untuk keperluan upacara adat atau lainnya.
BalasHapusoh ini toh ceritanya, sempet terkesima pas baca postingan IG. ID bagus sekali untuk mengembagbiakkan Edelweiss di bungkus Popmie yang pasti banyak berserakan, daripada jadi sampah mending buat pembiakan Edelweiss. Btw itu cabe bulet amat ya.. kalau ga hati2 disangka tomat cherry
BalasHapusBtw itu desa tinggi nya berapa MDPL mas,kok bs ya tumbuh sukses gtu
BalasHapusWaktu pulang dari Dieng pernah beli Edelweis kecil, awet sampai sekarang padahal udah 2 tahun :)
BalasHapusKeren mas... trimakasih sdh brkunjung... lain waktu berkunjung lagi ya...
BalasHapusZaman daku ABG dulu, edelweis ini bunga pujaan banget, apalagi kalau yang punya pacar anak gunung dan bawain bunga ini buat pacarnya.
BalasHapusKalau ditanam di Yogya, awet nggak ya.
Yup, memang edelweiss hanya bisa bertahan dengan suhu khas pegunungan. Makanya saya suka heran kalau ada orang yg beli edelweiss terus dibawa pulang. Buat apa? Buat diliat gimana matinya hingga terurai?
BalasHapusWah, seru ya klo tanaman ini bs ada di depan rumah. Kayaknya kalau ke Bromo lagi, ini bs jadi tujuan saya deh mas.
Terima kasih sudah berbagi :)
Menarik ini. Bagian dari kebijakan taman nasional untuk memberdayakan masyarakat di dalam lingkar kawasan. Edukasi jadi penting, mudah2an mas Alan lain waktu bisa mengulas lebih mendalam 😍
BalasHapuswah, kabar baik ini, ternyata Edelweiss bisa dibudidayakan ya. Upaya yang bagus ini, dan kebayang betapa indahnya saat kawasan ini nanti marak dengan bunga-bunga Edelweiss yang bermekaran. dan gak usah deh ya metik2 untuk dibawa pulang sebagai tanda cinta abadi. Ikut melestarikan supaya tetap abadi itu jauh lebih baik dan bijak.
BalasHapusWow ide cemerlang banget budidayakan edelweis jadi yang dilindungi aman, bisa bawa pulang jadi oleh2 dan memberdayakan masyarakat..
BalasHapusInget jaman PDKT dulu, pernah dikasih edelweis. ciyeehhh.
BalasHapusBut good to know bunya ini ternyata bisa dibudidayakan. Tapi harus di tempat dengan suhu rendah ya?
Edelweiss tidaklah abadi, bisa saja layu dan mati.
BalasHapusAku baca bagian ini mendadak syahdu gitu.
Aku penasaran lebih lanjut sama makanan yang bisa tahan 2 tahun itu mas. Aromanya enak ga? Apa anyep anyep gitu?
Mwnarik! Karena memang begitu sulit mengsinkronkan pertumbuhan penduduk dengan alam. Edelweis dan sampah gunung adalah salaah satu masalah klasik kan bang ya?
BalasHapusWah Kece banget ya, udah itu edelwisnya tumbuh subur pulak
BalasHapusKalau yang di Dieng itu edelweiss bukan ya, malah jadi penasaran..
BalasHapusbagus juga yah ditanam di depan rumah gini, mengantisipasi di alam habis atau semakin menipis..
BalasHapus-Traveler Paruh Waktu