Merubah pemukiman kumuh di
pinggiran kali menjadi lebih berseri, lebih hidup dan akhirnya bisa menjadi
destinasi wisata sudah meraja rela di Indonesia. Setahu saya gerakan ini di
mulai dari perkampungan Kali Code, Yogyakarta lalu melejit pada pada kampung Jodipan
di Malang dan mulai lah daerah lain mengikuti termasuk Banyuwangi dengan
Kampung Warna-Warni Kalilo.
Kampung warna-warni Kalilo berada
di pusat kota Banyuwangi di dekat Masjid Agung Baiturrahman atau lebih tepatnya
secara administrasi terletak di Kelurahan Singonegaran, Kecamatan Banyuwangi,
Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Pemukiman bantaran sungai yang dulu terlihat kumuh ketika saya lalu
lalang disana, kini terlihat berseri danpenuh warna, bahkan dibangun landmark
bertuliskan Kalilo Banyuwangi.
Rute menuju ke Kampung
warna-warni Kalilo cukup mudah, kita tinggal menuju arah Taman Sri Tanjung atau
Mesjid Baiturahman. Pada perempatan lampu lalu lintas masjid Baiturahman ambil
arah kiri atau ke arah barat nanti kampung warna-warni ada di sebelah kiri
anda. Sebelum turun dari kendaraan pastikan parkir kendaraan yang rapi sehingga
tidak menggangu pengguna jalan karena di jalan tersebut kondisi kadang ramai
dan tidak terlalu besar.
sumber dari banjoewangie tempo doeloe |
Penamaan Kalilo berasal dari kata
“Sungai” dengan persamaan katanya yaitu Kali dan “Elo” adalah pohon Elo. Pohon
yang dulunya banyak ada di tepian sungai Kalilo ini. Pohon Elo merupakan pohon
jenis Beringin yang diceritakan dalam cerita legenda Jaka Tingkir di Sungai
Bengawan Solo. Pohon ini juga dipercaya memiliki nilai mistis, katanya bagi
siapa saja yang keinginannya bisa terkabul. Dibalik nilai mistisnya juga ada
khasiat untuk pengobatan diare dengan meracik daun dan buahnya. Penamaan sungai
Kalilo ini ternyata sudah berlangsung sejak jaman penjajahan Belanda yang
dibuktikan dengan adanya peta kota Banyuwangi 1915 bertuliskan K.Loh dengan
huruf K yang merupakan singkatan dari kata “Kali.
Belakangan ini saya berkunjung ke
kampung warna-warni Kalilo, terdapat tulisan baru “LohKanti”. Rasa penasaran
langsung membuat saya beranalisa mengenai arti nama karena saya beranggapan
selalu ada arti dibalik penamaan. “Loh” saya beranggapan ini adalah pohon Elo
dan “Kanti” mungkin adalah nama dari seorang wanita. Tafsiran artinya saya rasa
dulu ada pohon Elo ditepian sungai ini yang letaknya di tanah seorang wanita
bernama Kanti :D. Penafsiran penamaan Lohkanti ini langsung diluruskan oleh mbaIraa. Lohkanti itu ada ceritanya, dulu ada wanita Bali bernama Ni Luh tinggal
disekitar sana menunggu suaminya yang merupakan Kesatria dari Bali, pulang
perang melawan penjajahan Belanda. Dulunya Kalilo ini dijadikan sebagai jalan
transportasi dari perairan selat Bali masuk ke Blambangan (nama banyuwangi
dahulu) karena alirannya bisa digunakan kapal, beda dengan saat ini alirannya
menjadi dangkal.
Menurut cerita suami dari Ni Luh
ini mengikuti Perang Puputan Bayu
(perang habis-habisan di Bayu) yang merupakan peperangan sengit nusantara
melawan VOC Belanda yang terjadi di daerah Bayu, Banyuwangi. Dimana perang
Puputan Bayu terjadi pada Dua Babak dimana babak pertama Kerajaan Blambangan
menang melawan VOC Belanda dan pada babak kedua kerajaan Blambangan mengalami
kekalahan. Saya mencoba mengunjungi tepian Kalilo saat senja menjelang ketika
adzan magrib telah berkumandang, langit-langit senja masih berwarna agak
kemerahan, mencoba menghayati penantian Ni Luh menunggu suaminya pulang dari
medan perang sengit Puputan Bayu. Penantian ini menurut saya adalah
penantian-penantian yang masuk kasta tertinggi. Ketika melepas suami berperang
mempertahankan tanah air, juga demi melindungi dirinya dari para penjajah yang
suka berbuat semena-mena. Pikiran Ni Luh pastinya berkecamuk melepas suaminya
pergi pada pertempuran habis-habisan di Bayu dengan keiklasan yang luar biasa. Seperti
yang terjadi dalam cerita perang Puputan Bayu ini memakan korban sangat banyak
dari kedua kubu (Kerajaan Blambangan dan VOC Belanda) dan bisa saja suami Ni
Luh ada diantara mereka. Siapa yang tau?.
senja di Kali lo Banyuwangi |
Saya membayangkan bagaimana
rasanya penantian ini, setiap ada keramaian kapal yang melintas di sungai
Kalilo, mungkin Ni Luh menepi berdiri di tepiannya. Untaian doa selalu terucap
dari mulutnya, dari hatinya kepada Tuhan pemilik segala Jiwa, mungkin siapa
tahu dalam penantiannya Ni Luh Puisi atau senandung-senandung tentang
penantiaanya ditepian Kali Loh, seperti halnya senandung lagu Sungai Bengawan
Solo dan Sungai Serayu. Dalam bayangan saya, kisah Penantian Ni Luh ini
mencapai ending pada suatu hari pada saat Pohon Loh mulai berbunga, Ni Luh
duduk di bawah rindangan dahannya melihat sebuah Kapal berlayar ke arahnya,
keluar sosok wajah yang sepertinya ia kenal dan berseru “Dik, Aku Pulang?”
Nah kemaren itu mau mampir kesini lupa malahan :(
BalasHapusKalilo dan lohkanti berarti berdekatan kah?
Sangat dekat, satu aliran sungai
HapusBaru tau, ternyata selain Sri Tanjung, Banyuwangi juga punya kisah lain tentang kesetiaan wanita.
BalasHapusDuh, kebayang penantian Ni Luh yang tak bertepi :(
BalasHapusCakep banget kampungnya.
BalasHapusTerutama di saat senja.
Bayangan cerita ni luh nya malah bikin baper mba :( .. Tapi aku suka banget liat kampung kalilo ini.. Andai aja semua tempat di indo bisa dicat warna warni gini yaaa. Cerah ceria ngeliatnya :)
BalasHapusWaaah ternyata di Bayuwangi juga ada yah kampung warna-warni kaya gini, kayanya lagi hits dimana-mana dijadiin warna-warni kaya gini yah
BalasHapusAku pikir suami Ni Luh tak pulang, tapi ternyata ditutup dgn ending yg melegakan, "dik aku pulang?" Duh duh duh aku terlalu menghayati ceritanya. Ntah kenapa kalau objek wisata yg memiliki sejarah itu menarik buat ku. Btw kampung warna-warni kalilo cantik ya. Itu kayaknya (difoto) masjid juga dicat warna warni. Di pontianak sendiri juga ada kampung warna-warni dan baru dibuat. Jadi belom se-Wah kayak kalilo
BalasHapus