Minggu kemarin
saya berkesempatan mampir lagi ke dalam kompleks Purawisata yang di dalamnya
terdapat penayangan Sendratari Ramayana dan Gazebo Resto yang memiliki
Arsitektur unik percampuran arsitektur jawa dan belanda. Kali inisaya mampir ke
Kafe Etnik, sebuah kafe berkonsep etnik jawa.
Kafe Etnik ini
letaknya di dalam komplek Purawisata yang letaknya berada di Jalan Brigjen
Katamso yang letaknya cukup dekat dengan destinasi favorit Jogja seperti
Malioboro, Kraton, Taman Sari dan Alun-alun Kidul. Untuk mencapai ke Kafe Etnik
cukup mudah, dari Malioboro kalian tinggal berjalan ke arah selatan sampai di
perempatan KM 0 ambil kiri, ikuti jalan tersebut hingga bertemu perempatan lalu
ambil kanan memasuki jalan Brigjen Katamso nanti komplek Purawisata ada di sebelah
kiri setelah melewati Jogjatronik. Dari depan Purwisata kita tinggal masuk ke
dalam mencari Kafe Etnik.
suasana dari depan Kafe etnik |
Etnik, kesan
pertama yang terasa merasakan suasana kafe Etnik ini. Bangunan berarsitektur
Jawa dengan bahan konstruksi dominan dari kayu. Terkesan sekilas mirip Joglo
namun terdapat tembok jendela U terbalik yang menurut saya spot tersebut cukup
baik untuk jadi spot foto. Hiasan dinding berupa topeng wajah ekspresi yang
merupakan salah satu oleh-oleh Jogja yang sering ditemukan ditemukan dijual di Malioboro.
Chicken Gorgon Blue |
Etnik Club Sandwich |
Menu yang
ditawarkan cukup menarik dan banyak pilihan, ada kuliner Indonesia pada umumnya
seperti Bakmi Jawa, Nasi Goreng, Capcay, Ayam Bakar,Gado2, Soto Ayam Masakan
Ikan,Udang dan lainnya. Ada pula menu-menu
Karena saya mencari yang beda dan belum pernah nyicipi saya pesan
Chicken Gorgon Blue serta Etnik Club Sandwich Special. Range Harga yang ditawarkan di Kafe Etnik ini
15 ribu-125ribu.
as
Warung antrian Serba 5ribu |
sate telur puyuh juga |
memilih menu yang dimakan |
Kafe Etnik ini
sedang ada produk atau semacam program namanya Warung Antrian yang letaknya ada
di pojok timur kafe. Makanan yang dijajakan ala prasmanan, kita tinggal
mengambil nasi, sayur dan lauk sendiri. Malam itu kami disuguhi dengan sayur
lodeh dan sayur asem, lauknya juga ada beberapa macam dan yang paling menggoda
iman saya adalah ikan yang diolah bumbunya hampir mirip ayam betutu. Harga di
warung antrian ini adalah serba lima ribu (Rp.5000),jadi kita bisa menentukan
harganya sendiri, bajek uang yang nantinya akan dibayar. Pesanan kami akhirnya
datang, penampakan Chicken Gorgon Blue dan Etnik Club Sandwichnya menggugah
selera dan cara peletakannya juga lumayan asik buat diambil gambarnya.
Kafenya cukup asik buat foto-foto |
Kami datang
berkunjung ke Kafe Etnik hari Jum’at dimana pada setiap hari tersebut ada
pementasan live musik lagu-lagu tembang kenangan. Pemilihan konsep musik
tembang kenangan menurut saya cukup pas karena selain mempunyai penggemar
musiknya cukup banyak di Jogja, musik jenis ini sangat cocok dibawakan pada
suasana dan kesan yang terasa di Kafe Etnik ini. Serasa setiap alunan nada yang tercipta dan dinyanyikan membawa kembali ke
dimensi lalu di era lagu-lagu ini keluar dan hits.
Puthe menyumbang suara emasnya |
Tidak hanya
menikmati music, pengunjung juga diajak ikut bernyanyi, dan si Puthe mengajukan
diri bernyanyi Lagu yang cukup terkenal “Leaving On A Jet Plane”. Lagu ini juga
jadi sound track film Armageddon. Semakin malam mulai ada pengunjung Kafe Etnik
mengajukan diri bernyanyi, semakin tahu pula bertapa banyaknya lagu-lagu
tembang kenangan yang tidak saya tahu. Saya menunggu si Nikenwidi ini maju
kedepan menyumbangkan suara emasnya dalam lagu tembang kenangan favoritnya,
Payung Teduh-Untuk Perempuan Yang Sedang Dalam Pelukan. *eh
Sudah menunjukan
hampir jam 9 malam, saya rasa harus kembali pulang ke penginapan karna besoknya
harus bangun pagi mengejar sunrise pagi di daerah mangunan atau dlingo. Mengunjungi
Kafe Etnik ini sangat berkesan terutama dalam tata ruang, tata letak, peletakan
lampu-lampu dan live musik tembang kenangan. Seakan membangkitkan nuansa-nuansa
dulu membayangkan masa-masa dimana lagu-lagu yang dinyanyikan tercipta.
“Andaikan kau datang kembali, jawaban apa yang kan ku beri…..” lagu ini seakan
menjadi penutup kunjungan ke kafe etnik hari jum’at malam itu.
pas pulang sempatin foto dari sisi yang lain |
Jarang banget mengunjungi tempat-tempat di sekitaran Purawisata. Lebih sering ke pinggiran kota :-D
BalasHapusEtnik banget y tempatnya mas
BalasHapusbaru tahu mak kayaknya harus ke sini kalau ke yogya:) makasih infonya mak
BalasHapusPura wisata sudah beda Ama yg dulu ya, terakhir masuk sini jagong manten di restonya . Btw lagu penutupnya makjleb ��
BalasHapusItu cordon bleu nya aku pikir sushi, trnyata bukan. unik tampilannya, dibikin bulat mirip sushi :D. Kalo dr foto asyik sepertinya.. Nyaman makanannya jg disajikan bagus.. Kapan2 ah kalo ke jogja mau coba makan di sana
BalasHapus